Kritik terhadap pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong (STY), semakin mengemuka di kalangan pengamat sepak bola. Dalam beberapa pekan terakhir, opini publik terbagi antara pendukung dan penentang STY. Banyak yang meminta agar STY dipecat karena dianggap minim taktik dan terlalu sering melakukan eksperimen dalam pemilihan pemain. Namun, argumen-argumen tersebut tidak sepenuhnya diterima oleh sebagian kalangan.
Akmal Marhali, seorang pengamat sepak bola, mengungkapkan bahwa Indonesia seharusnya belajar dari timnas Filipina yang sukses menarik pemain dari luar negeri untuk memperkuat tim. Ia juga menyoroti kekecewaan terhadap penggunaan pemain muda di ajang AFF, yang dinilai merusak peluang tim. Namun, penjelasan dari pihak PSSI menyatakan bahwa keputusan untuk menggunakan pemain muda adalah hasil kesepakatan bersama dan berkaitan dengan keberlanjutan Liga 1.
Kritik lain datang dari Bung Toel yang mencatat bahwa STY dianggap minim taktik. Meskipun demikian, beberapa analis berpendapat bahwa dalam sepak bola, tidak ada satu taktik yang selalu berhasil. STY, menurut mereka, adalah pelatih yang adaptif dan mampu menyesuaikan strategi dengan lawan yang dihadapi.
Di sisi lain, mantan pelatih futsal, Justin, juga memberikan kritik serupa, menginginkan pelatih yang lebih memahami filosofi permainan menyerang. Namun, ada argumen bahwa meskipun pemain Indonesia memiliki latar belakang sepak bola menyerang, mereka tetap harus beradaptasi dengan kekuatan lawan yang seringkali lebih unggul.
Diego Michiels, mantan pemain timnas, menegaskan bahwa pengamat harus memahami kondisi yang sebenarnya dan memberikan kritik yang konstruktif. Ia menekankan pentingnya evaluasi jangka panjang daripada hanya menilai dari hasil satu turnamen. Dengan berbagai pandangan ini, masa depan STY sebagai pelatih timnas Indonesia masih menjadi perdebatan hangat di kalangan penggemar sepak bola.